Imanuel
Teguh Harisantoso
752011043
Laporan
Bacaan :
Buku : Rescuing
the Bible from Fundamentalism: A Bishop Rethinks the Meaning of Scripture, bab 7-8
(John Shelby Spong, New York: Harper Collins Publisher, 1991)
Paulus adalah seorang Yahudi yang penuh kasih, emosional,
lemah, self centered/Percaya diri, dan sekaligus pengikut Kristen yang visioner
dan missioner kepada orang-orang diluar Yahudi, sehingga ia hidup pada batas
praduga dan permusuhan dalam lintasan perbatasan. Berbeda dengan Yahudi
kebanyakan, sangat isolatif, tidak
berbaur dengan kalayak di luar Yahudi dan memegang Taurat sebagai identitas
religiusnya.
Dalam pengalaman pribadinya Paulus ingin keluar dari
system religius Yahudi yang legalistik dan kaku. Ia membangun struktur yang
baru yang berasal dari Yahudi dan terbuka untuk memasukan kemungkinan pada
komunitas universal. Inilah yang
dikatakan Spong bahwa ia melihat apa yang dilakukan Paulus dalam perspektif
yang berbeda. Ia melihat Paulus ingin membebaskan diri dari historis
literalnya dan berbicara
dengan kekuatan pada pegalamanya sebagai
manusia.
Dalam literatur Perjanjian Baru beberapa Kitab seperti
“Surat kepada orang-orang Iberani”, 1, 2 Timotius dan Titus yang disebut dengan
surat-surat pastoral dipahami bukan bauh tangan Paulus, melainkan ditulis oleh
pengikut-pengikut Paulus setelah kematiannya. Yang diyakini surat-surat Paulus
adalah Galatia, 1 dan 2 Tesalonika, 1 dan 2 Korintus, Roma, Filemon, Filiphi
dan Kolose. Catatan yang diberikan Spong, bahwa Roma pasal enam belas (16)
bukan karya orisinil Paulus. Selanjutnya, apa yang kemudian disebut 2 Korintus
juga bukan yang berasal dari Paulus.
Kisah Para Rasul yang ditulis oleh Lukas, banyak
menceritakan kisah kehidupan pribadi dan pelayanan Paulus. Itupun dibeberapa
tempat bertentantangan dengan kesaksian Paulus sendiri dalam surat-suratnya. Hal
ini tidak mengherankan karena Kisah Para Rasul ditulis kira-kira 30-50 tahun
setelah Paulus meninggal.
Diuraikan lebih lanjut dalam buku ini, Paulus adalah
saksi primer dalam pembentukan literatur atau Alkitab Kristen. Pada saat
surat-surat Paulus ditulis belum ada Injil, karena Paulus berada pada masa
tradisi lisan kekristenan. Belum ada sumber otoritas pengajaran yang tertulis,
karenanya dalam memahami Yesus yang diberitakan oleh Paulus mestinya tidak
dengan kacamata Injil, tetapi dalam iman Kristen yang masih primitif. Membaca
dalam keunikan pengalaman seseorang dalam sejarah.
Siapakah
Paulus? Paulus adalah seorang Yahudi
yang lahir di Profinci Cilicia di Asia Kecil. Dalam dunia kuno Tarsus adalah
daerah kekuasaan orang Het yang kemudian menjadi pusat kebudayaan Persia. Dan
pada masa helenist menjadi kota penting selain Atena dan Alexandria.
Saulus, demikian namanya sebelum berubah menjadi Paulus
adalah pengikut Yahudi yang taat, paham betul akan aturan-aturan hukum Taurat
sebagai “hukum tertinggi” yang dipegang bangsa Yahudi. Filiphi 3:4-6, mencatat
“... disunat pada hari kedelapan, dari bangsa Israel, dari suku Benyamin, orang
ibrani asli, terhadap hukum Taurat aku orang Farisi ....” dan oleh orang tuanya
ia memilki kewarganegaraan ganda (sekaligus sebagai warga negara Romawi).
Tetapi disisi lain, Spong menjelaskan kelemahan-kelemahan
Paulus berdasarkan tulisan-tulisannya dalam Perjanjian
Baru: “Aku saluran, yang dijual dengan dosa. Aku tidak mengenali tindakanku”
(Rom. 7:14, 15). “Tidak ada kebaikan padaku, yaitu dalam dagingku. Aku
menginginkan apa yang benar tetapi aku tidak dapat melakukannya” (Roma 7:18).
“Aku melihat dalam anggota hukum lain pada perang dengan hukum dalam pikiranku
dan membuatku memenjarakan hukum dosa yang ada dalam anggotaku” (Rom. 7:23). “Dengan
dagingku aku melawan hukum dosa” (Rom 7:25); “Tubuh tidak ditujukan untuk
imoralitas tetapi untuk Tuhan” (1 Kor 6:13); “laki-laki yang tidak bermoral berdosa
atas badannya” (1 Kor 6:18); “Aku memukul badanku dan menunduk setelah
melakukan pengajaran kepada orang lain, aku sendiri sebenarnya
didiskualifikasi” (1 Kor 9:27).
Dia memperingatkan, “Jangan gunakan kebebasanmu
sebagai kesempatan untuk daging” (Gal. 5:13). “Jangan menggambarkan keinginan
pada daging. Karena keinginan pada daging adalah lawan dari jiwa, dan keinginan
dalam jiwa adalah lawan dari daging” (Gal. 5:16). Apa yang dihasilkan oleh
daging? Bagi Paulus hal ini adalah referensi pada keinginan seksual yang diluar
kontrol. Daging menghasilkan perzinahan, kekotoran, ketidakmoralan’ (Gal.
5:23). Ya, ada sebuah daftar pekerjaan yang panjang pada daging dan buah dari
jiwa dalam Galatia, tetapi Paulus tidak pernah jauh dari pembahasan mengenai
keinginan seksual dan keinginan untuk mengontrol diri.
Lebih lanjut Spong mengatakan, apakah
nafsu tersebut? Tidak diragukan lagi dia menganggap Paulus sebagai:
1.
Paulus secara seksual impoten. Teori ini tidak sesuai dengan data.
Yang lainnya menunjukkan bahwa Paulus secara seksual mengalami kekerasan
seksual pada saat dia kecil dan menjadi konflik yang mendalam dengan emosi
ketakutan dan keinginan yang tidak dimobilisasi. Teori ini sedikit lebih baik,
tetapi masih meninggalkan akhir yang tidak diketahui dalam rekonstruksi.
2.
Paulus adalah laki-laki homoseksual –
gay. Bagi Spong tulisan Paulus dalam 2 Kor.
12:7-9, “Dan supaya aku jangan
meninggikan diri karena penyataan-penyataan yang luar biasa itu, maka aku
diberi suatu duri di dalam dagingku, yaitu seorang utusan Iblis untuk menggocoh
aku, supaya aku jangan meninggikan diri. Tentang hal itu aku sudah tiga kali berseru
kepada Tuhan, supaya utusan Iblis itu mundur dari padaku. Tetapi jawab Tuhan
kepadaku: "Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam
kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna." Sebab itu terlebih suka aku
bermegah atas kelemahanku, supaya kuasa Kristus turun menaungi aku” menunjukan kelemahanya sebagai seorang laki-laki dan
itu mengarah kepada prilaku yang tidak pantas. Dengan kata lain, gay. Paulus
merasa sangat bersalah dan malu, yang menimbulkan benci pada diri sendiri. Termasuk juga adalah
keenggananya kepada perempuan.
3.
Yang lain mengatakan Paulus sakit epilepsy. Sakit ini membuat Paulus tidak bebas. Dan
pemahaman waktu itu sakit epilepsi dianggap sebagai milik iblis, tetapi kadang
dimiliki oleh roh asing, bukan penyakit yang konstan. Epilepsi ini juga yang
menimbulkan perasaan kasihan, atau ketakutan, remehan atau benci.
Teologi Paulus. Dalam tulisan ini Spong berpendapat perihal
keyakinan dan pemahaman Paulus, yang kemudian disebut dengan teeologi Paulus.
Antara lain: Pertama, Kasih Karunia. Kasih tidak mengenal
keadaan, meskipun seseorang menganggap dirinya sebagai yang dibenci, pantas
mendapat murka atau kutukan masyarakat. Itulah injil Kristus. Bagi Paulus tidak
ada seorangpun yang dapat memisahkan diri dari kasih karunia Tuhan. Paulus
adalah pilihan Tuhan. Tuhan yang membenarkan, menerima, mengasihi. Bahkan
pembunuh Kristus tidak dikutuk; dan jika mereka tidak, maka Paulus juga tidak. Inilah
kasih Yesus, yang mencintai pendosa, mereka yang diasingkan, dan mereka yang
mendapatkan kutukan. Yesus adalah agen rekonsiliasi Tuhan yang sebelumnya
dianggap tidak dapat direkonsiliasi.
Kedua, Yesus. Siapa Yesus bagi Paulus? Dia adalah agen rekonsiliasi
bagi berkat Tuhan. Dia adalah gambaran Tuhan yang tidak tampak. Dia adalah
kelahiran pertama pada semua makhluk. Dia diidentifikasikan dengan putra dari
seseorang dalam mitologi Yahudi. Dia bertindak bagi Tuhan dalam makhluk. Dia
melakukan semua hal bersamaan dan mendobrak kekuatan jahat dengan menjadi
kelahiran pertama dari kematian. Sifat ketuhanan ada dalam dirinya sehingga
melalui dia Tuhan dapat merekonsiliasi segala sesuatu dan membuat kedamaian
dimana terdapat permusuhan (Kol.1:21-22).
Yesus adalah Tuhan bagi Paulus. Adalah
manusia special yang hidup melalui tindakan Tuhan dan dimana Tuhan menunjukkan
diriNya. Lebih lanjut ia mengatakan Yesus adalah seorang Yahudi yang percaya
pada Tuhan dimana keyakinannya ada dalam kehidupanNya, Tuhan mengangkatnya ke
langit dalam tindakan untuk mempertahankan dan sebagai cara dalam mengatakan
bahwa Tuhan seperti apa yang dilakukan Yesus dan seperti diri Yesus.
Ketiga, Kebangkitan. Ketika berbicara tentang kebangkitan
Yesus, sama halnya dengan pengangkatan Yesus ke langit. Bagi Paulus kebangkitan
dan kenaikan bukanlah dua tindakan, tetapi satu tindakan. Hal ini terjadi bukan
dalam hari ketiga secara literal tetapi pada hari ketiga secara eskatologika,
karena diluar waktu dan sejarah. Semua diatas, adalah tindakan Tuhan.
Tanggapan
Apa yang dilakukan Spong dan pendekatannya
tidak hanya menarik untuk didiskusikan, tetapi sekaligus menimbulkan reaksi
yang keras dari kaum fundamentalis. Dalam menganalisa Paulus, karya dan
pandangan teologinya (menurut saya) ada beberapa hal yang luput – alpha – dari perhatian
Spong, padahal ini sangat menentukan hasil akhir analisanya. Memang Spong
mengurai berdasarkan tulisan-tulisan Paulus, tentang siapa dan bagaimana
pandangan teologi Paulus dan itu memang hampir tidak terbantahkan. Spong hanya
mngungkapkan Paulus adalah murid Gamaliel[1].
Pertanyaanya, apakah itu berarti sikap dan pandangan teologi Paulus tentang
ke-Yahudi-an dan Hukum Taurat sama dengan gurunya?
Rupanya Paulus banyak dipengaruhi oleh
tradisi Syammai (meskipun ia berguru kepada Gamaliel yang notabene penerus
tradisi Hillel) yang menuntut untuk dilaksanakannya semua hukum Taurat tanpa
cacat. Menurut Kisah 5:34-42, Gamaliel adalah seorang Farisi yang sabar dan
toleran. Sedangkan Paulus sebaliknya, ia sangat berbeda dengan gurunya.[2]
Bagi Syammai pelanggaran terhadap satu
butir Hukum Taurat berarti melakukan pelanggaran secara keseluruhan. Dan Paulus
adalah seorang Yahudi – Farisi – yang berpegang teguh pada Hukum Taurat,
sehingga tidak mungkin Paulus yang dididik dalam ketaatan dan kedisiplinan
Hukum Taurat melakukan sesuatu yang bertentangan dengan apa yang selama ini
diyakininya.
Berikutnya, selain dipengaruhi oleh tradisi agama Yahudi yang kuat Paulus
juga sangat simpati dan menaruh perhatian
yang besar terhadap filsafat dan kebudayaan Yunani (alam pikiran
Helenisme). Aliran stoik dimungkinkan paling serasi dengan Paulus.[3]
Karena ketika berada di Tarsus, dia bersahabat dengan para filsuf cynic-stoik
yang terkenal, yang biasanya didengar di ujung jalan di Tarsus. Memang tidak
ada bukti bahwa Paulus mempunyai kenalan dengan filsuf Yunani dan
kepustakaannya. Tetapi G.E. Ladd berpendapat sangat dimungkinkan pemikiran
Paulus berasal dari lingkungan Yunani. Ladd menegaskan “gaya” Paulus lebih
menyerupai tulisan-tulisan atau pidato-pidato stoa, demikian juga kata-kata
yang digunakan, seperti “suara hati” (syneidesis,
Roma 2:15), dan tidak pantas (me
kathekonta, Roma 1:28). Juga gagasan agama Yunani yang menunjuk pada
agama-agama misteri seperti kata “misteri” (mysterion)
dan “perfek” (teleios).[4]
Pengaruh filsafat Yunani juga nampak
dalam tulisan-tulisan Paulus yang lain, seperti “pergaulan yang buruk merusakan
kebiasaan yang baik” (I Kor. 15:33), dan “dasar orang Kreta pembohong, binatang
buas, pelahap yang malas” (Titus 1:12). “Segala sesuatu diciptakan oleh Dia dan
untuk Dia. Ia ada terlebih dahulu dari segala sesuatu dan segala sesuatu ada di
dalam Dia” (Kol. 1:16-17). Pengaruh yang lain juga nampak dalam pemahaman
Paulus tentang pengharapan eskatologis, pemahaman tentang “zaman” atau “dunia”
(I Tes. 5:1).[5]
Dari uraian diatas artinya, untuk
memahami siapa dan bagaimana pandangan teologi Paulus kita tidak cukup hanya
memperhatikan tulisan-tulisan Paulus ansih,
tetapi juga perlu diperhatikan fakto-faktor atau hal-hal yang mempengaruhi
pemikiran Paulus waktu itu. Dengan ddemikian kita dapat memahami sedekat
mungkin maksud dari tulisan-tulisan Paulus. Ini tidak dilakukan oleh Spong. Inilah
menurut saya kelemahan Spong.