GKJW Pro

GKJW Pro
Majelis Jemaat GKJWPro

Selasa, 29 November 2011

Paulus


Imanuel Teguh Harisantoso
752011043
Laporan Bacaan       :
Buku                          : Rescuing the Bible from Fundamentalism: A Bishop Rethinks the Meaning of Scripture, bab 7-8 (John Shelby Spong, New York: Harper Collins Publisher, 1991)

Paulus adalah seorang Yahudi yang penuh kasih, emosional, lemah, self centered/Percaya diri, dan sekaligus pengikut Kristen yang visioner dan missioner kepada orang-orang diluar Yahudi, sehingga ia hidup pada batas praduga dan permusuhan dalam lintasan perbatasan. Berbeda dengan Yahudi kebanyakan,  sangat isolatif, tidak berbaur dengan kalayak di luar Yahudi dan memegang Taurat sebagai identitas religiusnya.
Dalam pengalaman pribadinya Paulus ingin keluar dari system religius Yahudi yang legalistik dan kaku. Ia membangun struktur yang baru yang berasal dari Yahudi dan terbuka untuk memasukan kemungkinan pada komunitas universal.  Inilah yang dikatakan Spong bahwa ia melihat apa yang dilakukan Paulus dalam perspektif yang berbeda. Ia melihat Paulus ingin membebaskan diri dari historis literalnya dan berbicara dengan kekuatan pada pegalamanya sebagai manusia.
Dalam literatur Perjanjian Baru beberapa Kitab seperti “Surat kepada orang-orang Iberani”, 1, 2 Timotius dan Titus yang disebut dengan surat-surat pastoral dipahami bukan bauh tangan Paulus, melainkan ditulis oleh pengikut-pengikut Paulus setelah kematiannya. Yang diyakini surat-surat Paulus adalah Galatia, 1 dan 2 Tesalonika, 1 dan 2 Korintus, Roma, Filemon, Filiphi dan Kolose. Catatan yang diberikan Spong, bahwa Roma pasal enam belas (16) bukan karya orisinil Paulus. Selanjutnya, apa yang kemudian disebut 2 Korintus juga bukan yang berasal dari Paulus.
Kisah Para Rasul yang ditulis oleh Lukas, banyak menceritakan kisah kehidupan pribadi dan pelayanan Paulus. Itupun dibeberapa tempat bertentantangan dengan kesaksian Paulus sendiri dalam surat-suratnya. Hal ini tidak mengherankan karena Kisah Para Rasul ditulis kira-kira 30-50 tahun setelah Paulus meninggal.
Diuraikan lebih lanjut dalam buku ini, Paulus adalah saksi primer dalam pembentukan literatur atau Alkitab Kristen. Pada saat surat-surat Paulus ditulis belum ada Injil, karena Paulus berada pada masa tradisi lisan kekristenan. Belum ada sumber otoritas pengajaran yang tertulis, karenanya dalam memahami Yesus yang diberitakan oleh Paulus mestinya tidak dengan kacamata Injil, tetapi dalam iman Kristen yang masih primitif. Membaca dalam keunikan pengalaman seseorang dalam sejarah.
Siapakah Paulus? Paulus adalah seorang Yahudi yang lahir di Profinci Cilicia di Asia Kecil. Dalam dunia kuno Tarsus adalah daerah kekuasaan orang Het yang kemudian menjadi pusat kebudayaan Persia. Dan pada masa helenist menjadi kota penting selain Atena dan Alexandria.
Saulus, demikian namanya sebelum berubah menjadi Paulus adalah pengikut Yahudi yang taat, paham betul akan aturan-aturan hukum Taurat sebagai “hukum tertinggi” yang dipegang bangsa Yahudi. Filiphi 3:4-6, mencatat “... disunat pada hari kedelapan, dari bangsa Israel, dari suku Benyamin, orang ibrani asli, terhadap hukum Taurat aku orang Farisi ....” dan oleh orang tuanya ia memilki kewarganegaraan ganda (sekaligus sebagai warga negara Romawi).
Tetapi disisi lain, Spong menjelaskan kelemahan-kelemahan Paulus berdasarkan tulisan-tulisannya dalam Perjanjian Baru: “Aku saluran, yang dijual dengan dosa. Aku tidak mengenali tindakanku” (Rom. 7:14, 15). “Tidak ada kebaikan padaku, yaitu dalam dagingku. Aku menginginkan apa yang benar tetapi aku tidak dapat melakukannya” (Roma 7:18). “Aku melihat dalam anggota hukum lain pada perang dengan hukum dalam pikiranku dan membuatku memenjarakan hukum dosa yang ada dalam anggotaku” (Rom. 7:23). “Dengan dagingku aku melawan hukum dosa” (Rom 7:25); “Tubuh tidak ditujukan untuk imoralitas tetapi untuk Tuhan” (1 Kor 6:13); “laki-laki yang tidak bermoral berdosa atas badannya” (1 Kor 6:18); “Aku memukul badanku dan menunduk setelah melakukan pengajaran kepada orang lain, aku sendiri sebenarnya didiskualifikasi” (1 Kor 9:27).
Dia memperingatkan, “Jangan gunakan kebebasanmu sebagai kesempatan untuk daging” (Gal. 5:13). “Jangan menggambarkan keinginan pada daging. Karena keinginan pada daging adalah lawan dari jiwa, dan keinginan dalam jiwa adalah lawan dari daging” (Gal. 5:16). Apa yang dihasilkan oleh daging? Bagi Paulus hal ini adalah referensi pada keinginan seksual yang diluar kontrol. Daging menghasilkan perzinahan, kekotoran, ketidakmoralan’ (Gal. 5:23). Ya, ada sebuah daftar pekerjaan yang panjang pada daging dan buah dari jiwa dalam Galatia, tetapi Paulus tidak pernah jauh dari pembahasan mengenai keinginan seksual dan keinginan untuk mengontrol diri.
Lebih lanjut Spong mengatakan, apakah nafsu tersebut? Tidak diragukan lagi dia menganggap Paulus sebagai:
1.      Paulus secara seksual impoten. Teori ini tidak sesuai dengan data. Yang lainnya menunjukkan bahwa Paulus secara seksual mengalami kekerasan seksual pada saat dia kecil dan menjadi konflik yang mendalam dengan emosi ketakutan dan keinginan yang tidak dimobilisasi. Teori ini sedikit lebih baik, tetapi masih meninggalkan akhir yang tidak diketahui dalam rekonstruksi.
2.      Paulus adalah laki-laki homoseksual – gay. Bagi Spong tulisan Paulus dalam 2 Kor. 12:7-9, “Dan supaya aku jangan meninggikan diri karena penyataan-penyataan yang luar biasa itu, maka aku diberi suatu duri di dalam dagingku, yaitu seorang utusan Iblis untuk menggocoh aku, supaya aku jangan meninggikan diri. Tentang hal itu aku sudah tiga kali berseru kepada Tuhan, supaya utusan Iblis itu mundur dari padaku. Tetapi jawab Tuhan kepadaku: "Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna." Sebab itu terlebih suka aku bermegah atas kelemahanku, supaya kuasa Kristus turun menaungi aku” menunjukan kelemahanya sebagai seorang laki-laki dan itu mengarah kepada prilaku yang tidak pantas. Dengan kata lain, gay. Paulus merasa sangat bersalah dan malu, yang menimbulkan  benci pada diri sendiri. Termasuk juga adalah keenggananya kepada perempuan.
3.      Yang lain mengatakan Paulus sakit epilepsy.  Sakit ini membuat Paulus tidak bebas. Dan pemahaman waktu itu sakit epilepsi dianggap sebagai milik iblis, tetapi kadang dimiliki oleh roh asing, bukan penyakit yang konstan. Epilepsi ini juga yang menimbulkan perasaan kasihan, atau ketakutan, remehan atau benci.

Teologi Paulus. Dalam  tulisan ini Spong berpendapat perihal keyakinan dan pemahaman Paulus, yang kemudian disebut dengan teeologi Paulus. Antara lain: Pertama, Kasih Karunia. Kasih tidak mengenal keadaan, meskipun seseorang menganggap dirinya sebagai yang dibenci, pantas mendapat murka atau kutukan masyarakat. Itulah injil Kristus. Bagi Paulus tidak ada seorangpun yang dapat memisahkan diri dari kasih karunia Tuhan. Paulus adalah pilihan Tuhan. Tuhan yang membenarkan, menerima, mengasihi. Bahkan pembunuh Kristus tidak dikutuk; dan jika mereka tidak, maka Paulus juga tidak. Inilah kasih Yesus, yang mencintai pendosa, mereka yang diasingkan, dan mereka yang mendapatkan kutukan. Yesus adalah agen rekonsiliasi Tuhan yang sebelumnya dianggap tidak dapat direkonsiliasi.
Kedua, Yesus. Siapa Yesus bagi Paulus? Dia adalah agen rekonsiliasi bagi berkat Tuhan. Dia adalah gambaran Tuhan yang tidak tampak. Dia adalah kelahiran pertama pada semua makhluk. Dia diidentifikasikan dengan putra dari seseorang dalam mitologi Yahudi. Dia bertindak bagi Tuhan dalam makhluk. Dia melakukan semua hal bersamaan dan mendobrak kekuatan jahat dengan menjadi kelahiran pertama dari kematian. Sifat ketuhanan ada dalam dirinya sehingga melalui dia Tuhan dapat merekonsiliasi segala sesuatu dan membuat kedamaian dimana terdapat permusuhan (Kol.1:21-22).
Yesus adalah Tuhan bagi Paulus. Adalah manusia special yang hidup melalui tindakan Tuhan dan dimana Tuhan menunjukkan diriNya. Lebih lanjut ia mengatakan Yesus adalah seorang Yahudi yang percaya pada Tuhan dimana keyakinannya ada dalam kehidupanNya, Tuhan mengangkatnya ke langit dalam tindakan untuk mempertahankan dan sebagai cara dalam mengatakan bahwa Tuhan seperti apa yang dilakukan Yesus dan seperti diri Yesus.
Ketiga, Kebangkitan. Ketika berbicara tentang kebangkitan Yesus, sama halnya dengan pengangkatan Yesus ke langit. Bagi Paulus kebangkitan dan kenaikan bukanlah dua tindakan, tetapi satu tindakan. Hal ini terjadi bukan dalam hari ketiga secara literal tetapi pada hari ketiga secara eskatologika, karena diluar waktu dan sejarah. Semua diatas, adalah tindakan Tuhan.
Tanggapan                                                  
Apa yang dilakukan Spong dan pendekatannya tidak hanya menarik untuk didiskusikan, tetapi sekaligus menimbulkan reaksi yang keras dari kaum fundamentalis. Dalam menganalisa Paulus, karya dan pandangan teologinya (menurut saya) ada beberapa hal yang luput – alpha – dari perhatian Spong, padahal ini sangat menentukan hasil akhir analisanya. Memang Spong mengurai berdasarkan tulisan-tulisan Paulus, tentang siapa dan bagaimana pandangan teologi Paulus dan itu memang hampir tidak terbantahkan. Spong hanya mngungkapkan Paulus adalah murid Gamaliel[1]. Pertanyaanya, apakah itu berarti sikap dan pandangan teologi Paulus tentang ke-Yahudi-an dan Hukum Taurat sama dengan gurunya?
Rupanya Paulus banyak dipengaruhi oleh tradisi Syammai (meskipun ia berguru kepada Gamaliel yang notabene penerus tradisi Hillel) yang menuntut untuk dilaksanakannya semua hukum Taurat tanpa cacat. Menurut Kisah 5:34-42, Gamaliel adalah seorang Farisi yang sabar dan toleran. Sedangkan Paulus sebaliknya, ia sangat berbeda dengan gurunya.[2]
Bagi Syammai pelanggaran terhadap satu butir Hukum Taurat berarti melakukan pelanggaran secara keseluruhan. Dan Paulus adalah seorang Yahudi – Farisi – yang berpegang teguh pada Hukum Taurat, sehingga tidak mungkin Paulus yang dididik dalam ketaatan dan kedisiplinan Hukum Taurat melakukan sesuatu yang bertentangan dengan apa yang selama ini diyakininya.
Berikutnya, selain dipengaruhi oleh tradisi agama Yahudi yang kuat Paulus juga sangat simpati dan menaruh perhatian  yang besar terhadap filsafat dan kebudayaan Yunani (alam pikiran Helenisme). Aliran stoik dimungkinkan paling serasi dengan Paulus.[3] Karena ketika berada di Tarsus, dia bersahabat dengan para filsuf cynic-stoik yang terkenal, yang biasanya didengar di ujung jalan di Tarsus. Memang tidak ada bukti bahwa Paulus mempunyai kenalan dengan filsuf Yunani dan kepustakaannya. Tetapi G.E. Ladd berpendapat sangat dimungkinkan pemikiran Paulus berasal dari lingkungan Yunani. Ladd menegaskan “gaya” Paulus lebih menyerupai tulisan-tulisan atau pidato-pidato stoa, demikian juga kata-kata yang digunakan, seperti “suara hati” (syneidesis, Roma 2:15), dan tidak pantas (me kathekonta, Roma 1:28). Juga gagasan agama Yunani yang menunjuk pada agama-agama misteri seperti kata “misteri” (mysterion) dan “perfek” (teleios).[4]
Pengaruh filsafat Yunani juga nampak dalam tulisan-tulisan Paulus yang lain, seperti “pergaulan yang buruk merusakan kebiasaan yang baik” (I Kor. 15:33), dan “dasar orang Kreta pembohong, binatang buas, pelahap yang malas” (Titus 1:12). “Segala sesuatu diciptakan oleh Dia dan untuk Dia. Ia ada terlebih dahulu dari segala sesuatu dan segala sesuatu ada di dalam Dia” (Kol. 1:16-17). Pengaruh yang lain juga nampak dalam pemahaman Paulus tentang pengharapan eskatologis, pemahaman tentang “zaman” atau “dunia” (I Tes. 5:1).[5]
Dari uraian diatas artinya, untuk memahami siapa dan bagaimana pandangan teologi Paulus kita tidak cukup hanya memperhatikan tulisan-tulisan Paulus ansih, tetapi juga perlu diperhatikan fakto-faktor atau hal-hal yang mempengaruhi pemikiran Paulus waktu itu. Dengan ddemikian kita dapat memahami sedekat mungkin maksud dari tulisan-tulisan Paulus. Ini tidak dilakukan oleh Spong. Inilah menurut saya kelemahan Spong.


[1] Gamaliel adalah cucu dan pengganti Rabi Hillel (pendiri tradisi Hillel) yang memiliki pandangan lebih progresif dalam melihat Hukum Taurat.
[2] Imanuel TH., “Eskatologi Paulus dalam Surat I Tesalonika” (Skripsi S1, UKSW, 2002), 34.
[3] J. Drane. “Memahami Perjanjian Baru” dalam Imanuel TH., 2002. 52.
[4] G.E. Ladd, “A Theology of The New Testament” (Guildfort – London: Letterworth Press, 1975), 360-361.
[5] (Imanuel TH., 2002), 53-54

ADVEN-NATAL DAN TEOLOGI DISABILITAS BAGI ANAK REMAJA[1]

  Imanuel Teguh Harisantoso [2] 1.      GKJW menyebut “ibadah adalah berhimpunnya warga untuk menghadap dan mewujudkan persekutuannya deng...