GKJW Pro

GKJW Pro
Majelis Jemaat GKJWPro

Kamis, 21 September 2023

ADVEN-NATAL DAN TEOLOGI DISABILITAS BAGI ANAK REMAJA[1]

 Imanuel Teguh Harisantoso[2]

1.     GKJW menyebut “ibadah adalah berhimpunnya warga untuk menghadap dan mewujudkan persekutuannya dengan Tuhan”.[3] Lebih lanjut dijelaskan alasan penggunaan istilah “ibadah” lebih mengacu kepada dimensi relasi personal dan komunal sebagai sebuah komunitas yang sedang berhimpun. Ibadah mengandung maksud “hubungan vertikal antara persekutuan orang percaya dengan Tuhannya” dan “hubungan antara orang percaya dengan sesamanya” (horisontal).[4]

 

2.     GKJW meyakini bahwa dasar ibadah meliputi: pertama, “tindakan dan panggilan Tuhan Allah kepada umatNya di mana Ia memberikan wawasan, motivasi, kekuatan dan petunjukNya”; kedua, “kebutuhan dan kewajiban orang percaya untuk memberikan jawaban terhadap panggilan Tuhan Allah serta memuliakan namaNya”. Ibadah-ibadah yang dilakukan memiliki tujuan “menumbuh-kembangkan persekutuan orang percaya, sehingga rencana karya Tuhan Allah makin berlaku dan nyata di dunia, demi kemuliaan nama Allah Bapa, Yesus Kristus dan Roh Kudus”.[5] Yang menarik dari uangkapan di atas, gereja memberikan penekanan pada bagaimana ibadah jemaat itu mengalami “menumbuh-kembangkan” (baca: pertumbuhan). Harapan Pranata GKJW bahwa “ibadah” mengalami pertumbuhan, baik dari sisi kwalitas maupun ekspresinya sesuai dengan dinamika zamannya. “Yang dimaksud menumbuh kembangkan tersebut adalah menambah jumlah maupun bobot persekutuan yang mencakup jumlah ibadah, jumlah yang hadir, jumlah persembahan, dinamika dan kreatifitas, peningkatan penghayatan dan pemahaman, tidak statis, tidak monoton, tidak verbalitis dan kontekstual”.

 

3.     Dari rumusan “teologi ibadah” GKJW yang terekam dalam Tata dan Pranata di atas dapat disimpulkan beberapa hal: pertama, ibadah bagi gereja relasi personal orang percaya dengan Tuhan secara vertikal dan hubungan komunalitas dengan sesama, secara horisontal; kedua, ibadah merupakan perhimpunan orang-orang percaya satu dengan yang lain yang merengkuh keragaman warga gereja. Tanpa harus mempersoalkan faktor usia, jenis kelamin, kelompok, golongan, suku, termasuk di dalamnya adalam orang-orang rentan dan disabilitas; ketiga, ekspresi iman orang percaya dalam menumbuhkembangkan bobot dan kwalitas persekutuan. Dengan kata lain, ibadah sangat erat kaitannya dengan persekutuan dan dengan demikian ia akan bersentuhan dengan keragaman umat, termasuk di dalamnya disabilitas.

 

4.     Bagaimana merumuskan dan membangun ibadah inklusi, yang tidak hanya terbuka bagi persoalan intergenerasi, cultural, bahkan agama, tetapi juga terbuka dan melibatkan secara aktif orang-orang rentan dan disabilitas. Tunggu ulasan lengkapnya di kegiatan zoominar di atas.....



[1] Tulisan ini disampaikan dalam “Kelas Teologi Interaktif GKJW”. Malang, 25 Oktober 2023

[2] Pdt. GKJW yang ditugaskan untuk mengajar di Fakultas Teologi UKSW Salatiga. Penulis pernah melayani di GKJW Jemaat Sidomulyo, Ambulu (Agustus 2005 – Juni 2011) dan Jemaat Pronojiwo (Oktober 2013 – April 2019). Pengalaman mengajar pernah dialami di UNEJ Jember, STT Efata Salatiga, STT Eolhim Malang dan sekarang di Fakultas Teologi UKSW. Penulis aktif memberikan edukasi disabilitas dalam chanel youtube: https://www.youtube.com/@sahabatdisabilitassalatiga

[3] Pranata tentang ibadah pasal 1. GKJW, Tata Dan Pranata Greja Kristen Jawi Wetan (Malang: Majelis Agung GKJW, 1996), 58.

[4] Memori penjelasan pasal 1 tentang hakekat ibadah. Ibid., 62.

[5] Dasar dan tujuan ibadah menurut Tata dan Pranata Gereja. Ibid., 58.


ADVEN-NATAL DAN TEOLOGI DISABILITAS BAGI ANAK REMAJA[1]

  Imanuel Teguh Harisantoso [2] 1.      GKJW menyebut “ibadah adalah berhimpunnya warga untuk menghadap dan mewujudkan persekutuannya deng...